Rabu, 13 Februari 2013

Benarkah Cina miliki "Cyber Army" yang di kendalikan pemerintah ?



    Setelah sempat diretas pekan lalu, surat kabar terbesar di AS, Wall Street Journal (WSJ)mengungkapkan bahwa mereka masih menjadi target para peretas asal China. Bahkan ada dugaan pemerintah Negeri Tirai Bambu tersebut ada dibalik banyak aksi peretasan tersebut. Benarkah?

Pemilik Wall Street Journal, Rupert Murdoch mengatakan dalam akun Twitter resminya bahwa WSJ masih menjadi target para peretas China selama akhir pekan ini.

Itu hanya beberapa hari setelah WSJ memperkuat keamanan jaringannya karena pada minggu lalu sistem komputer mereka disusupi oleh peretas untuk tujuan memantau apa yang WSJ beritakan tentang China.

Pekan lalu The New York Times juga telah menjadi korban dari kampanye peretasan selama empat bulan dari China setelah menerbitkan sebuah laporan investigasi keuangan dari PM China Wen Jiabao pada bulan Oktober 2012.

Bloomberg adalah media global lain yang diserang oleh para peretas China tersebut dalam beberapa bulan terakhir, dan disebutkan jumlah media yang menjadi target sangat banyak karena pemberitaan mereka tentang politik China.

Meskipun bukti langsung yang menyudutkan para peretas tersebut kepada pemerintah China belum muncul, namun pakar keamanan cyber menduga bahwa pemerintah China menjadi dalangnya, demikian seperti diwartakan TheNextWeb.

Menurut para pakar, serangan-serangan yang berasal dari China kebanyakan sering sejalan dengan negara yang menjadi target dari pemerintahnya. 

China sempat mengakui memang memiliki 'Cyber Army', tapi klaim itu menurut mereka hanya semata-mata berfokus pada pertahanan negara.

China telah terlibat dalam sejumlah insiden 'hacking' yang kontroversial. September tahun lalu, situs pemerintah Jepang ditargetkan karena masalah sengketa wilayah antara kedua negara.

Kamar Dagang dan Industri AS atau US Chamber of Commerce juga pernah diretas yang diyakini berasal dari China.

Salah satu kasus yang paling besar adalah ketika Google meninggalkan negara tersebut pada tahun 2010 setelah peretas China diduga mencuri beberapa kode kemanan mereka, dalam upaya untuk mendapatkan akses ke akun hak asasi manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar